ETIKA KI JOKO BODO

AJARAN ETIKA KI JOKO BODO


Paranormal Agung Yulianto alias Ki Joko Bodo memiliki ajaran etika yang menarik. Ajarannya itu membuktikan, dia adalah seorang yang telah “menyatu dengan alam.”

1. JANGAN MENGHUJAT TUHAN.
2. JANGAN MERUSAK ALAM, TUMBUHAN DAN BINATANG.
3. JANGAN MENGHINA SESEORANG.
4. JANGAN MENCELA KEYAKINAN ORANG.
5. JANGAN MENCELA KARYA SESEORANG.
6. JANGAN MENCELA MAKANAN DAN MINUMAN
7. JAGALAH KAKI, TANGAN, MULUT DAN KEMALUANMU DARI NISTA
8. JANGAN MERUSAK PERADABAN DAN BUDAYA
9. PEDULI TERHADAP JAGAD CILIK DAN JAGAD GEDE.

Ajaran etika Agung Yulianto tersebut memiliki dasar ontologi yang kuat. Dasar ontologi Ki Joko Bodo adalah METAFISIKA KESATUAN RUH. Yaitu RUH KITA INI ADALAH TUHAN DALAM DIRI MANUSIA. Tidak ada dualitas karena sesungguhnya RUH MANUSIA DAN DZAT TUHAN TIDAK BERBEDA. KEDUANYA SESUNGGUHNYA SATU KESATUAN. Kalau Anda mengamati dan membaca mantra-mantra yang dimiliki Ki Joko, kita akan segera tahu DASAR ONTOLOGI hal ini.

Meskipun disampaikan dengan kalimat negasi, dalam sembilan ajaran etikanya itu, membuktikan dia adalah seorang yang positif thinking, selalu berpikir bahwa apapun yang terjadi harus selalu disikapi dengan rasa syukur sebanyak-banyaknya atas anugerah Tuhan. Manusia sebagai bagian dari makluk hidup haruslah berterima kasih terhadap apa yang telah diterima manusia tanpa meminta lagi. Manusia tidak perlu menjadi peminta-minta karena semuanya telah disediakan oleh Tuhan secara lengkap dan gratis. Manusia tidak pernah diminta Tuhan untuk membayar atas banyak anugerah. Misalnya berapa udara yang dihirup selama dia hidup, berapa sewa tubuh dan otak yang telah digunakannya, berapa ongkos sewa tanah yang merasa dimiliki manusia untuk tempat tinggal dan seterusnya.

Kenapa disampaikan dengan kalimat negasi (JANGAN…)? Barangkali Ki Joko Bodo berargumentasi, itulah batas maksimal setelah ajakan dengan kalimat positif sudah tidak diugemi dan sudah banyak dilupakan orang. Sehingga dia memposisikan dirinya untuk memberi peringatan kepada orang lain dengan kata JANGAN….kecuali ajarannya yang kesembilan.

Manusia yang suka protes terhadap pemberian Tuhan, suka mengeluh dan merasa dirinya sombong berarti manusia yang tidak tahu berterima kasih. Kenapa? Sebab dia tidak menyadari bahwa pemberian Tuhan sudah sangat lengkap dan lebih dari cukup. Ki Joko Bodo bukan master, bukan pula doktor dan profesor. Dia bukan pula mentereng karena gelar akademis. Ia hanya manusia yang kebetulan dilahirkan di pulau Dewata, Bali yang mengenyam pendidikan tidak seberapa. Namun, tanpa banyak debat dia sudah menyadari bagaimana harusnya menjadi manusia. Ki Joko adalah manusia yang sudah menghayati Sangkan Paraning Dumadi-nya. Ia gentur olah rasa, olah batin dan suka bertapa.

Kesukaannya bertapa atau semedi menghantarkannya menemukan titik paling hening di dalam diri manusia. Siapapun orangnya yang sudah mampu MATI SAJRONING URIP atau MATI DI DALAM HIDUP, yang maknanya mampu menutup sembilan lubang di tubuhnya, merasakan dan mentaati perintah guru sejati yang ada di dalam dirinya, serta menghidupkan mata ketiga (indera keenam) akan menjadikan dirinya sebagai sosok yang memiliki energi yang hebat. Ia tidak munafik karena antara pikiran, ucapan dan tindakannya sudah menyatu. “Sabda pandhita ratu” dan apa yang disampaikannya menjadi “idu geni”.

Suatu ketika, saat Ki Joko Bodo sedang bertapa di Kraton Kasunanan Surakarta ia mengalami kejadian yang tidak terduga sebelumnya. Entah dari mana datangnya, api menyambar bangunan utama kraton termasuk di tempatnya duduk. Ternyata ia tidak berlari menyelamatkan diri seperti yang lain. Saat dirasa api sudah semakin dekat dengan tempatnya bersila, ia mendesiskan mantra pendek: API SAUDARAKU, TOLONG JANGAN BAKAR AKU. Seketika itu api tidak menyambar tubuhnya yang kurus dan rambutnya yang gondrong itu.

Semua yang ada ini hakikatnya adalah pergelaran yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga bisa menjadi pembelajaran bagi orang-orang yang berakal. Kita bisa belajar makna dan hakikat hidup dari siapa saja. Termasuk dari Presiden, Jaksa, Jendral, tukang becak, tekek, ajaran kepang, maupun dari seekor coro. Dan dari Ki Joko Bodo, kita mendapatkan pelajaran bahwa siapapun berhak untuk nggayuh dan menemukan kebenaran meskipun itu muncul dari sisi dan sudut yang paling ekstrem sekalipun.

Ki Joko, saudaraku….selamat berjuang!…

@wongalus,2010

Categories: ETIKA KI JOKO BODO | 15 Komentar