ZIARAH KE MAKAM KI AGENG SELO: “SANG PENANGKAP AYAM WUJUD BERAPI”

ZIARAH KE MAKAM KI AGENG SELO: “SANG PENANGKAP PETIR WUJUD AYAM BERAPI”


KWA beberapa saat lalu ziarah ke makam Ki Ageng Selo di dusun Krajan, RT II RW 02, Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan.

img_0068Nama Ki Ageng Selo tidak bisa lepas dari proses penyebaran agama Islam diwilayah Kabupaten Grobogan dan sekitarnya.  Putra dari Ki Ageng Getas Pendowo ini merupakan tokoh penyebar Islam yang cukup diseganipada saat itu. Banyak ajaranyangmasihmenjadi panutan masyarakat sekitar sampai sekarang.

Ki Ageng Selo atau Syeikh Ngabdurrahman Selo dikenal memiliki sifat yang berbudi luhur, gagah perkasa, tabah, teguh, pandai dan sakti. Tingkah lakunya lemah lembut, rendah hati, suka menolong yang menderita, bijaksana, mahir berbahasa dan sastra. Salah satu ajaran yang cukup terkenal dan masih dipegang teguh adalah Pepali Ki Ageng Selo.

Pepali Ki Ageng Selo berisi pedoman hidup yang menyangkut tentang ajaran, petunjuk, aturan, maupun larangan, yang kenyataannya masih banyak yang relevan dengan keadaan zaman sekarang.

Berikut link Serat Pepali Ki Ageng Selo :

https://alangalangkumitir.wordpress.com/2008/04/19/serat-pepali/

Pepali mengandung nilai-nilai luhur seperti jangan sombong, jangan mendewakan harta, bertingkah laku yang bagus, jangan menggurui orang lain, rendah hati dan banyak lagi ajaran beliau, yang masih sangat berkaitan dengan kehidupan masyarkat, sebagaimana yang diajarkan dalam Alquran dan Hadis.

pintu bledeg ki ageng selo

pintu bledeg ki ageng selo

Selain terkenal dengan pedoman hidupnya, Ki Ageng Selo selama ini lebih dikenal sebagai tokoh yang mampu menaklukan petir. Konon salah satu daun pintu di Masjid Agung Demak yang berhiaskan petir merupakan petir yang ditangkap oleh ki Ageng Selo. Orang-orang sekitar kalau ada petir menyambar-nyambar masih sering mengatakan “Gandrik, aku putune ki ageng Selo “ (Saya Cucunya Ki Ageng Selo), dengan harapan tidak terkena petir.

SIAPA KI AGENG SELO?

20161126_172730Ki Ageng Selo adalah nenek moyang yang menurunkan raja-raja Mataram. Sri Sunan Paku Buwana XII yang bertahta di Keraton Surakarta sekarang ini adalah keturunannya ke-17.

Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah keturunan dari Brawijaya terakhir. Beliau moyang dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Jadi Beliau adalah penurun Raja-Raja di tanah jawa.

Prabu Brawijaya terakhir menikah dengan putri Wandan kuning dan dari pernikahannya lahirlah seorang putera yang bernama Bondan Kejawan/ Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Bondan Kejawan atau Lembu Peteng kemudian dinikahkan  dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Mereka dikaruniai seorang putera yang diberi nama Ki Getas Pendowo ( makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh yaitu Ki Ageng Selo, Nyai Ageng Pakis, Nyai Ageng Purna, Nyai Ageng Kare, Nyai Ageng Wanglu, Nyai Ageng Bokong, Nyai Ageng Adibaya.

 Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu murid tercintanya adalah Mas Karebet/Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.

Putra Ki Ageng Selo berjumlah tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya. Melalui perhelatan politik Jawa kala itu akhirnya Sutawijaya mampu mendirikan kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Menangkap Petir

pohon gandrik

pohon gandrik

Peristiwa ini terjadi Ketika Sultan Trenggana (Sultan Demak) masih hidup. Pada suatu hari Ki Ageng Selo pergi ke sawah (Sekarang sawah tersebut dinamakan sawah mendung, tetapi ada juga sebagian masyarakat yang menyebutnya Sawah Subanlah dari kata Subhanallah karena sawah itu dulunya dipakai oleh KI Ageng Selo untuk sholat tasbih. Sawah ini terletak di dusun Kauman desa Selo, ).

Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Halilintar menyambar. Tetapi Ki Ageng Selo tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah kilat atau Bledheg (bahasa Jawa) menyambar Ki Ageng, namun dengan sigap Ki Ageng Selo menangkap bledheg tersebut.

Bledheg itu berwujud seekor ayam jantan yang tubuhnya dipenuhi api. Ayam itu kemudian dibawa pulang dan diikat di pohon gandrik (nama latinnya Bridelia Monoica). Malam telah tiba, dan waktu semakin gelap. Ki Ageng selo pun  menyalakan lampu teploknya.

20161126_172524Konon diceritakan bahwa Ki Ageng Selo menyalakan lampu teplok itu dengan api yang menyala dari tubuh ayam jantan, jelmaan bledheg yang ditangkap Ki Ageng Selo. Api di lampu teplok tersebut (Api bledheg) hingga kini masih menyala, disimpan di almari di samping makam Ki Ageng Selo.

Sesaat setelah Ki Ageng Selo menyalakan lampu teplok, ada seorang nenek-nenek yang membawa kendi sedang mencari ayam jantannya. Ki Ageng pun memperlihatkan ayam jantan jelmaan  bledheg yang ditangkapnya. Setelah dilihat dengan seksama, nenek itu mengatakan kalau ayam itu adalah ayamnya yang sedang ia cari. Kemudian nenek tersebut menyiramkan air ke ayam jantan dan bersamaan dengan itu tiba-tiba suara bledheg menggelegar… nenek tua dan ayam jantan itu pun lenyap, hilang tak tahu kemana.

Larangan Menjual Nasi

Suatu hari ada dua orang pemuda yang bertamu ke rumah Ki Ageng Selo, Mereka bermaksud hendak belajar ilmu agama pada KI Ageng Selo. Sebagai tuan rumah yang baik, KI Ageng selo menghidangkan nasi pada mereka, namun mereka menolakya dengan alasan masih kenyang. Setelah merasa sudah cukup ( belajar ilmu agama ), kedua pemuda itu pun memohon untuk pamit pulang.

Sepulang dari rumah Ki Ageng, kedua pemuda itu tidak langsung pulang, melainkan mampir ke warung nasi dulu untuk makan. KI Ageng Selo melihat hal itu. Beliau merasa sakit hati dan setelah itu beliau berkata “Orang-orang di desa selo tidak boleh menjual nasi, kalau ada yang melanggarnya maka bledheg akan menyambar-nyambar di langit desa Selo “. Hingga saat ini penduduk yang tinggal di sekitar Komplek Makam KI Ageng Selo tidak ada yang menjual nasi.

Ziarah ke Ki Ageng Selo

masjid ki ageng selo

masjid ki ageng selo

Area makam ki ageng selo adalah kawasan yang saat ini dikelilingi oleh sekolah madrasah. Di depan makam terletak Masjid Ki Ageng Selo. Masjid dari kayu ini mengalami renovasi dan penambahan di bagian serambi dan tempat wudhu, namun bagian dalam masjid masih asli tanpa mengalami perombakan.

Pada tahun 2004 yang lalu, kubah masjid terkena sambaran petir yang berakibat kubah itu hancur dan plafon Madrasah yang terletak di sebelah selatan Makam Ki Ageng Selo juga hancur . Hal itu menggegerkan masyarakat Selo, dikarenakan telah bertahun-tahun petir tak pernah menyambar-nyambar di desa tersebut.

Untuk menuju makam, peziarah berjalan di sisi kiri masjid untuk menuju bangunan makam. Di sebelah luar sisi pojok barat ada pohon “gandrik” dimana petir/ bledheg diikat ki Ageng Selo .

lemari bledek

almari bledheg

Di samping persis makam terletak almari kayu tempat teplok “Api Bledheg”. Bagian kaca depannya ditutup rapat dengan kain. Teplok tersebut dikeluarkan setiap bulan Muharam, apinya digunakan untuk menyalakan tungku yang ada di Keraton Surakarta .

sawah subhan

sawah subhan

Situs lain yang berkaitan dengan makam, yaitu sawah yang sering digunakan oleh Ki Ageng Selo untuk melakukan sholat tasbih yang sampai sekarang masih dikeramatkan oleh masyarakat sekitar. Letaknya sekitar 300 meter dari makam.

Demikian yang bisa kami tuliskan dan semoga artikel sederhana ini bermanfaat sebagai bahan panduan bila berkunjung ke makam Ki Ageng Selo.

@kwa,2016

Categories: ZIARAH KE MAKAM KI AGENG SELO: “SANG PENANGKAP AYAM WUJUD BERAPI” | 8 Komentar