DAMARDJATI SUPADJAR

CIPTAKAN KIAMAT SEKARANG === MENGENANG PROF. DR. DAMARDJATI SUPADJAR


KWA DAMARDJATI SUPADJAR

INI ADALAH ARTIKEL WAWANCARA SEBUAH MAJALAH KEPADA PAK DAMAR YANG SEDIKIT BANYAK MENGGAMBARKAN BAGAIMANA PEMIKIRAN PAK DAMAR YANG LINCAH, BERNAS, ORISINIL DAN BERBEDA DENGAN PENCERAMAH PADA UMUMNYA YANG  BIASANYA MEMBOSANKAN. 

Banyak isu yang menyuarakan bahwa kiamat akan datang pada 21 desember 2012. Dengan prediksi kalender bangsa Maya, beberapa gejolak alam akan muncul seperti bertabraknya benda-benda langit di luar angkasa yang berakibat buruk bagi dunia. Saat ini para ilmuwan sudah memantau aktifitasnya. Berawal dari itu, maka akan datang kisah bencana terbesar sepanjang sejarah dunia ini.

Manusia sudah berparadigma bahwa kiamat adalah akhir segala masa, akhir cerita kehidupan di dunia dan kehancurannya yang harus diyakini kebenarannya. Pada saat itu bumi tergoncang dan porak poranda. Langit berjatuhan dan makhluk keluar berlarian ketakutan. Sebuah pemandangan yang mengerikan.

Di dalam literatur umat islam sendiri, meyakini bahwa Kiamat adalah rahasia Tuhan yang tak satu orang pun tahu (buka surat luqman ayat 34, Fushilat 47, al-A’raf 187, dan lain-lain). Beberapa hadis pun tak mampu memprediksi, hanya sebatas memberi tanda-tanda.

Terlepas dari itu semua, seorang ahli filsafat jawa, Bapak Damardjati Supadjar mempunyai perspektif yang berbeda tentang Kiamat. Ia menerobos ruang pemikiran mendalam. Demikian wawancara crew IDEA yang berhasil berdialog dengan beliau pada tahun 2012.

Apakah bapak sepakat dengan pengertian kiamat sebagai hari akhir (yaumul akhir)?

Ya saya setuju. Karena saya masih beriman. Seperti halnya percaya dan yakin adanya Surga dan Neraka. Kiamat itu adalah Qiyamu Binafsihi nya Allah. Pada hari itu, kita akan berjumpa denganNya melalui mata Nya yang ada pada kita. Tapi bukan berarti Tuhan punya hobi hancur-menghancurkan. Karena Qiyam itu Jumeneng yang artinya bebas dari kacau balau orang.

Lantas, apa sebenarnya kiamat itu (dalam perspektif jawa)?

Kiamat itu adalah Revolusi Spiritual. Proses merubah diri kita kepada kesadaran bahwa semua yang dimiliki adalah milikNya. Atau boleh dikatakan meng-nol-kan diri. Maka segala aturan dari pemilik raga ini ya.. harus dipatuhi. Maksudnya adalah kembalinya segala urusan ke tangan Tuhan seperti rukun Ihsan. Kita melihat seperti Allah mirsani. Karena Allah menjadi mata untuk melihat, menjadi telinga untuk mendengar, menjadi kaki untuk melangkah. Itulah yang dimaksud dengan proses yang tidak sampai dan digantikannya menjadi yaumudin.

Hari Kiamat harus dipahami sebagai acuan revolusi spiritual tanpa huru hara tanpa berdarah-darah yaitu wudhu existensial (ora ono opo-opo kejobo sing kondo)/ tidak punya rasa punya. Inna Lillahi wa Inna Ilaihi rajiun

Apa rumus revolusi?

Revolusi bukan evolusi. Evolusi itu proses, seolah-olah menunggu hingga sampai kepadaNya. Proses perjumlahan, bulan ke tahun ke abad ke millenium dan lain sebagainya. Kalau revolusi itu menuju Ilahiyah. Harus syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat. Syariat itu informatif, makanya harus diulang-ulangi. Kemuadian tarekat itu transformatif. Ketika sudah mencapai derajat itu harus ada kemampuan atau skill mengubah diri dari diri yang bermasalah namanya nafsu amarah menjadi diri yang diridhoi Gusti Allah. Di pewayangan jawa itu nafsu ada 4, ireng (lawamah), abang (amarah), kuning (sufiyah), putih (muthmainnah). Nafsu itu terminal kedirian

Konsep tentang kiamat seperti apa pak?

Konsep kiamat itu semestinya mengantarkan kita pada jumenengane kebenaran atas kebatilan. Kita merubah diri kita menjadi manusia yang lurus/ benar dan berusaha meninggalkan hal-hal yang tidak baik.

Bagaimana aplikasi kesuksesan revolusi itu?

Harus melahirkan temuan-temuan ilmiyah yang baru. Karena kita punya potensi yang dititipkan Tuhan, maka kita wajib mengolahnya.

Rumus kecerdasan untuk kiamat?

Kalau makrifat itu mental age. Kiamat: Cronological age. Pada saat itu kamu akan menjadi pembaca terhandal atas amalmu.pada hari itu kita menjadi hakim sendiri atas amal kita. Maka sebelum itu, harus mempersiapkan diri dengan cara bermuhasabah yang ditempuh dengan Makrifat kepadaNya. Dengan kesungguhan 100%, kita akan mencapai pada timbangan kanan lebih berat.

MA (mental age) x 100%

CA (Cronological age)

Kapan kiamat itu datang?

Kiamat itu bukan satuan waktu yang ditunggu, ini adalah perspektif sebagian orang yaitu menunggu kedatangan kiamat. Mereka tidak melakukan perubahan apa-apa, hanya menanti bahwa kiamat akan datang di akhir zaman. Orang yang masih terkurung oleh satuan waktu menganggap kiamat itu belum datang alias “nanti”. Orang yang sudah istiqamah, memilih jalan langsung ke shiratal mustaqim, maka kiamat itu sekarang juga bahwa segala urusan di tangan Tuhan. Itulah revolusi spiritual.

Kesimpulannya?

Kiamat itu menyadarkan untuk tahu diri. Ketika orang itu tahu kiamat berarti ia tahu ia harus menyadari diri. Maka mulai sekarang kita harus melakukan revolusi spiritual yaitu meng-nol kan diri kita menuju jumenengane ati, hati menjadi jernih untuk kembali pada Gusti Allah. Maka segera mungkin kita ciptakan kiamat sekarang.

Sumber: MAJALAH IDEA, 2012

LINK PIDATO PAK DAMAR DI YOUTUBE SAAT ACARA RENAISSANCE BUDAYA NUSANTARA YANG LUCU, SEGAR DAN MENGGUGAH:

@@@

Categories: DAMARDJATI SUPADJAR, DAMARDJATI SUPADJAR 2, DAMARDJATI SUPADJAR 3, DAMARDJATI SUPADJAR 4, PROF DAMARDJATI SUPADJAR BERPULANG | 7 Komentar

GERIMIS KENANGAN DARI PENCARI YANG TERLUPAKAN


Yogyakarta tahun 1990. Kesaksian samar-samar ini bermula dalam sebuah ruangan bersekat triplek ukuran kecil yang dilabur dengan apu. Ruangan ini dipergunakan untuk sholat para mahasiswa di belakang kampus. Saat itu saya hadir saat untuk menjalani masa Opspek, atau masa perkenalan sebagai mahasiswa baru di Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada.

Di ruangan tersebut, kami dikumpulkan untuk mendengarkan ceramah dari PROF. DR Damardjati Supadjar. Pak Damar– begitu kami para mahasiswa menyebut—menyampaikan tema tentang pentingnya menuntut ilmu. “Pencari ilmu itu seperti detektif yang menyelidiki sebuah fakta, gejala, peristiwa lalu menyampaikan hipotesa, menguji dan akhirnya menemukan hubungan antar fakta sehingga kemudian mengambil kesimpulan,” Ini adalah salah satu bahasan dari sekian gagasan yang disampaikan oleh Pak Damar saat itu.

Pak Damar menyampaikan dengan bahasa yang kami semua mungkin hanya bisa meraba-raba maknanya sepotong sepotong. Tidak seluruhnya bisa kami pahami karena keterbatasan pengetahuan kami. Namun sebagai pengantar untuk belajar tentang ilmu kebijaksanaan, uraian Pak Damar saat itu cukup inspiratif dan mampu menggugah semangat kami untuk bertempur memasuki rimba belantara filsafat yang rimbun dan berseluk beluk.

Perawakannya cenderung jangkung, tidak tegap, tidak gagah. Matanya cenderung sipit, sorotnya lembut. Menandakan dia bukan sosok yang perlu ditakuti, dipuja dan mengagung-agungkan KEAKUAN-nya. Bila berjalan cerderung menunduk dan tidak segan-segan mengangguk bila kebetulan berpapasan dengan orang lain. Gaya bicaranya lucu, kocak, cerdas, suka berkelakar, inspiratif dan jauh dari kesan angkuh.

Sosok yang santun ini kemudian dikenal publik sebagai penasehat spiritual Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, penceramah di berbagai forum, budayawan, narasumber diskusi majlis taklim keagamaan, guru besar UGM, penulis dan nara sumber di radio maupun koran. Wali kesepuluh di Jawa—kata Budayawan Emha Ainun Nadjib.

Pak Damar tinggal di Dusun Randujayan, Pakem, Sleman dekat lereng gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Rumahnya mungil dan sangat-sangat biasa. Pemandangannya indah dan hijau. Di sebelah rumahnya, berdiri semacam rumah gebyok sederhana berdinding bambu. Ini adalah tempat para mahasiswa berjualan Tahu Telupat, Magelang.

Konon, Pak Damar sengaja mendirikan usaha ini agar para mahasiswa bisa mencari uang untuk menghidupi kuliahnya tanpa tergantung oleh orang tua. Untuk mobilitasnya sehari-hari, setelah Pak Damar memiliki kecukupan rezeki, dia memakai mobil kesukaannya: FIAT BALITA. “Bawah lima juta” katanya berseloroh.

Dulu sebelum dia pindah ke Randujayan, dia menempati sebuah rumah lawas di Jalan Kaliurang, sekitar dua kilometer dari kampus. Ruang tamunya sederhana, ada satu-dua buku Jawa lawas yang menumpuk tidak beraturan. Di sebelah kursi tamu yang tampak kusam, sebuah sepeda motor vespa biru yang renta dimakan usia. Di pekarangan depan rumah yang sana-sini temboknya sudah mengelupas ini, tampak seonggok pasir dan anak Pak Damar yang bermain-main menghabiskan waktu di sini. Isteri Pak Damar menyambut kami dengan hangat. Menyuguhkan teh dan makanan kecil. Perempuan ini tampak biasa sekali. Tidak seperti para perempuan glamour yang berlimpah harta. Sebuah keluarga yang sangat bersahaja dan biasa-biasa saja.

Damardjati Kecil lahir di lereng utara Gunung Merbabu, tepatnya di desa paling utara Kabupaten Magelang sekitar tahun 1941. Di wilayah itu ada beberapa desa yang namanya ada kata “Sari”, yaitu banjar Sari, Losari dan Nawangsari. Di Desa Nawangsari inilah Pak Damar sering menyertai sang ayah untuk nyekar ke makam seseorang yang dipercayai sebagai prajurit Diponegoro dari kesatuan Wirapati. Makam itu berada di sebuah perbukitan kecil…. “Saya bisa melihat hal-hal yang jauh, menerawang me masa-masa yang silam di sela-sela kisah kepahlawanan yang telah lalu. Untuk menjangkah ke depan sesuai dengan apa yang dijangka oleh orang-orang tua,” tulis Pak Damar dalam bukunya NAWANGSARI.

Sebelum menjadi dosen, Pak Damar adalah seorang sopir colt yang narik penumpang dari sleman ke kampus pulang balik. Mungkin masa-masa yang cukup sulit ini dilaluinya sambil nyambi kuliah di Fakultas Filsafat. Ya, Pak Damar adalah mahasiswa pertama di fakultas yang terletak di sisi paling timur Kampus Bulaksumur tersebut. Entah bagaimana awalnya, Pak Damar kemudian menjadi dosen.

Di Fakultas Filsafat, Pak Damar adalah salah satu dosen Jurusan Filsafat Timur. Selain dosen, dia juga pernah menjadi Ketua Jurusan, hingga berlanjut sampai mendapatkan gelar guru besar (Profesor). Spesialisasinya mengajar mata kuliah Filsafat Ketuhanan. Nah, karena mengajar Filsafat Ketuhanan, maka pada kesempatan kali ini kami ingin memaparkan sekelumit pandangan beliau yang pernah kami dengar saat mengikuti mata kuliah yang cukup berat tersebut.

Kebetulan saya (Juga sahabat Sabda Langit dll) adalah salah satu dari beberapa mahasiswa yang dosen pembimbingnya adalah Pak Damar. Di fakultas kami, dosen pembimbing juga berperan juga sebagai orang tua yang membimbing laku spiritual kami. Mungkin agar kami tidak salah arah, kesasar dan akhirnya menjadi kurang waras alias gila. Dan meskipun akhirnya saya mengambil jurusan Filsafat Barat dengan fokus pada Filsafat Idealisme, namun sampai akhir studi kekaguman saya pada sosok inspiratif ini tidak pudar.

Nawangsari

Menurut Pak Damar, tujuan belajar filsafat adalah untuk NAWANGSARI. Yang artinya menjaring dan menyaring segala pandangan sampai kepada sari-sari esensi, yaitu hal-hal yang hakiki, yang sedalam-dalamnya, selanjut-lanjutnya. Proses manusia untuk menemukan esensi tersebut tentu terus berproses hingga akhir hayat. Penghayatan itu hendaknya sampai kepada hal-hal yang mencakup dimensi spasial (lahir-batin) dan temporal (awal-akhir).

Sebab, lanjut Pak Damar, badanku di dunia namun ruhku di tangan-Nya. Seperti sabda Nabi: Perkataanku itu syariat, perbuatanku itu tarekat, hatiku itu hakekat. Kelanjutannya adalah: RUH-ku itu makrifat. Mengapa Muhammad SAW itu nabi besar? Karena Muhammad itu bukan hanya nama diri, akan tetapi juga kualitas pribadi, yakni yang terpuji karena selalu memuji Allah. Sari sari segala sesuatu itu ialah puja dan puji untuk Allah, Tuhan seru sekalian alam. Enaknya makanan itu lahiriah. Batiniah atau sarinya ialah La haula wa la quwwata ila bil-Lah.

Ilmu Ketuhanan

Manusia, menurut Pak Damar, karena welttoffen (keterbukaan umwelt—dunia) selalu ingin mengetahui atau mempelajari segala persoalan, menjawabnya satu persatu, mengoreksi kesalahan-kesalahan, menanyakan kembali jawaban yang semula seolah-olah sudah final tentang Tuhan, manusia dan lainnya. Sehingga lahirlah theologia (ilmu ketuhanan dalam rangka agama), theodicea (ilmu ketuhanan dalam rangka filsafat), serta theosofi (sebagai organisasi spiritual).

“Nama theofani yaitu pengejawantahan ilahi/tajalli secara langsung ternyata berlaku secara khusus bagi para nabi dan rasul-Nya. Semuanya secar sinkronik diakronik mewartakan risalah tauhid: La ilaha ilal-Lah” Secara tidak langsung, kata Pak Damar, kita juga menangkap pewartaan ilahi itu pada tata tertib alam, hukum-hukum alam, sebagai ayat-ayat-NYA yang obyektif menjadi percikan dari rahasia takdir-Nya dan ilmu pasti di sisi-Nya.

Oleh sebab itu, untuk mengenal Tuhan paling pas adalah menggunakan pendekatan relijius islami, Qurani, juga filsafati sehingga terkandung kemungkinan untuk tidak berhenti pada tingkat verbalis/kognitif, melainkan berlanjut kepada tingkatan psikomotor sebagai sebuah konspirasi total. La ilaha ilal-Lah Kalimat pernyataan LA ILAHA ILAL-LAH adalah tesis akbar, terbesar sepanjang masa, menyeru sekalian alam, rumus abadi, proklamasi kemerdekaan.

Menurut Pak Damar, kalimat ini bobot kualitatifnya melebihi seluruh petala langit dan bumi. Rumusan LA ILAHA ILAL-LAH ini dapat dibedakan menjadi dua. Sebagian yang menegasikan/menidakkan (nafi LA ILAHA) dan sebagian lagi mengafirmasikan/mengiyakan (isbat: ILA-LAH). Arti populernya: TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH. Tidak ada segala yang ada ini yang pantas disembah selain ALLAH.

Secara singkat, kita hanya akan membatasi diri pada tiga sistem, yaitu SISTEM KEBERADAAN (BEING/ORDO ESSENDI), SISTEM NILAI/ KUALITAS (HAVING/ ORDO COGNOSCENDI), dan SISTEM KERJA (BEHAVING/ORDO FIENDI), yang kesemuanya itu dicakup oleh NIAT KETAKWAAN (ORDO AGENDI). Artinya, sesungguhnya YANG BEKERJA, YANG HIDUP, YANG ADA itu semata-mata karena ALLAHU AKBAR. Allah bersumpah untuk itu dalam kita suci bahwa: KEBERADAAN, NILAI, KEHIDUPAN DI LUAR itu adalah MAIN-MAIN/PERMAINAN yang akan tampak sebagai fatamorgana. “Harus bisa membedakan dengan jelas antara kesungguhan Allah dengan ciptaan-Nya, dengan kehidupan manusia yang bermain-main,” ujar Pak Damar.

Maka langkah yang perlu kita lakukan adalah penyucian diri dari segala praduga, anggapan yang keliru, paham yang salah yang merupakan kesalahan besar di pelupuk mata—fallacy of misplaced concreteness—mengutip A.N. WHITEHEAD, bapak filsafat proses.

Menurut Pak Damar, pendekatan matematis merupakan latihan yang baik untuk mengoreksi kesalahan tersebut, dengan menjawab pertanyaan misalnya: “Titik itu ada, apa tidak?” “Titik sesungguhnya tidak ada, kecuali dalam rangka garis. Artinya adanya titik itu bergantung pada adanya garis. Pada garis dapat ditampung titik yang jumlahnya tidak terhingga, dan seterusnya” Hubungan antara titik dan garis, pararel dengan hubungan antara garis terhadap bidang, bidang terhadap ruang, jadi hubungan antar dimensional. Kita akan mendapat petunjuk bahwa SEMESTA TIGA DIMENSI ini adanya bergantung pada REALITAS BERDIMENSI EMPAT, demikian seterusnya…..

Hubungan antara dunia dan akhirat, hubungan antara lahir dan batin, semestinya dipandang sebagai hubungan partialitas terhadap totalitasnya secara antar dimensional/transendental. Sebaliknya, yang superlatif mematerikan pesan imperatif kepada realitas di bawahnya, sebagai sesuatu yang imanen.

Nah, bagamiana kedudukan manusia? “Sungguh luar biasa, kata Pak Damar, karena MAN IS THE MEETING POINT OF VARIOUS STAGES OF REALITY. Manusia adalah titik temu dari beragam tingkat realitas. Ya, realitas itu bertingkat, kesadaran itu bertingkat, abstraksi juga bertingkat,”

Sebagai penutup, Pak Damar, mengakui ketidakmampuannya untuk menyimpulkan apa itu LA ILAHA ILAL-LAH. Sebab, “KALIMAT INI ADALAH KESIMPULAN DARI KESIMPULAN. Sesuatu hal yang memungkinkan kita membuat tali simpul baik yang berkekuatan tiada berhingga, sebagai THE DYNAMIC OF INNER STABILITY”

Maka, imbuh Pak Damar, Terbuka kesempatan yang seluas-luasnya untuk mencapai hal itu, baik secara desentratif ataupun konsentratif, sambil menjaga kesadaran bergelombang alpha rythmic, meningkatkan diri bertutut-turut melalui pernyataan “LA HAULA WALA QUWWATA ILA BIL-LAH, INNA LIL-LAHI WA INNA ILAIHI RAJI’UN, LA ILAHA ILAL-LAH”

Inilah sedikit kenangan tentang sosok guru yang inspiratif. Pencari yang sampai sekarang tidak terlupakan. Meskipun mungkin kami tidak bisa lagi bertemu di dunia, semoga kelak di akhirat kami bisa bertemu lagi. (bersambung).

WONG ALUS

Categories: DAMARDJATI SUPADJAR | 13 Komentar