Daily Archives: 9 Agustus 2010

PESAN LELUHUR UNTUK KEJAYAAN NUSANTARA


Ini adalah pesan yang baru saja saya terima malam ini dari leluhur. Bukan apa, ini hanya sebuah informasi berupa “wisik” sehingga para sedulur pejalan spiritual mengenali leluhurnya sendiri yang bukan dari jenis jin. Berikut kurang lebih dialog antara saya (WA) dengan seorang Leluhur Nusantara, seorang Raja Mataram (LR). Mohon maaf bila saya salah menafsirkan pesan-pesannya. Semata-mata ini karena kekurangan dan buramnya hati nurani saya.

WA: Banyak anggapan bahwa leluhur adalah golongan makhluk dari jenis jin. Ini mungkin pengaruh kitab suci yang hanya menjelaskan ada dua mahluk di bumi yang wajib beribadan yaitu Jin dan Manusia. Sebenarnya, bagaimana cara membedakan antara leluhur dengan jin?

LR: Sebenarnya mudah mengenali antara leluhur dan jin. Alat untuk membedakan keduanya adalah BATIN atau RAHSA. Kedatangan leluhur akan menentramkan sementara jin akan menggelisahkan. Sesunggunhnya, seseorang tidak harus tirakat wiridan, mengamalkan amalan tertentu dan sebagainya untuk bertemu leluhur. Kehadiran leluhur membuat kita tenang tentram. Sementara kedatangan jin saynag lain. Hawanya panas, emosi dan lainnya. Tiba-tiba angin semilir dan nyaman, baunya wangi dan sebagainya. Setiap orang bisa merasakan kehadiran leluhur asal hatinya tenang dan tentram. Nafsu dan emosi tertata dengan baik. Anggapan bahwa leluhur sama dengan jin itu karena hanya sebatas kemampuan dalam menafsirkan kitab. Kitab ada dua, kitab basah dan kitab kering. Kitab kering adalah kitab yang tertulis. Sementara kitab basah adalah kitab yang anda alami dan apa yang anda lihat dan rasakan yaitu alam semesta ini.

WA:Dimana sebenarnya leluhur itu berada?
LR: Para leluhur adalah orang-orang yang suci. Mereka itu sedang semedi dan menunggu salah satu keturunan yang mampu mengemban amanah di suatu tempat yang sepi dan terpencil. Leluhur menunggu sesuatu yang akan disampaikan dan menunggu kemuliaaan anak turun yang bisa menerima. Leluhur ini belum meninggal. Leluhur tersebut masih hidup dan menyepi, dan masih beraga. Pengelihatan orang biasa tidak akan mampu melihatnya. Leluhur tidaklah moksa seperti bayangan orang biasa pada umumnya. Mereka belum meninggal dan masuk ke alam barzakh. Namun mereka masih hidup di bumi sekarang ini.

WA: Jadi tugas mereka secara spesifik apa?
LR: Tugas mereka adalah menunggu datangnya keturunan yang mampu mengemban amanah tadi, menyampaikan ilmu atau kawruh, termasuk menyampaikan harta peninggalan dan lainnya.

WA: Bagaimana caranya menyampaikan ilmu atau kawruh?
LR: Sarana leluhur untuk menyampaikan pesan atau wejangan, bisa beragam caranya. Bisa disesuaikan dengan sarana, misalnya telepon, keris, mimpi atau yang lain. Ini berhubungan dengan masa meditasinya yang panjang. Untuk bangkit dari meditasinya dia kesusahan sehingga dia menggunakan kemampuannya batin dan diejawantahkan dalam beragam sarana yang ada dan disesuaikan dengan kemampuan anak cucu.

WA: Hanya itu?
LR: Bila masa yang ditunggu itu sudah datang maka dia akan menemui secara langsung dalam wujud aslinya dan setelah selesai maka dia akan kembali ke alam kelanggengan.

WA: Apa saja yang dilakukan para leluhur, apakah hanya meditasi?
LR: Tidak. Mereka senantiasan memohonkan keselamatan, keringanan dosa, kesejahteraan dan kemakmuran bagi anak cucunya. Mereka juga datang setiap tahun sekali, biasanya pada bulan Suro untuk berkumpul untuk membahas apa yang akan dihadapi oleh anak turunnya satu tahun mendatang.

WA: Apakah nanti bisa merubah takdir Tuhan?
LR: Tidak. Ketentuan Tuhan atau KUN FAYAYAKUNNYA tetap terjadi, Namun karena kesungguhan leluhur untuk mewiradati atau mengusahakan sehingga beban-beban anak cucunya akan berkurang. Disinilah fungsi para leluhur yaitu memberikan petuah dan wejangan sehingga anak keturunanya bisa mengambil langkah yang terbaik.
Misalnya saja ada peristiwa badai topan pada hari yang ditentukan. Para leluhur ini dengan kemampuan batinnya memintakan agar Tuhan berkenan memecah kekuatan badai topan agar tidak terjadi dalam satu wilayah saja dan membagi kekuatan angin sehingga tidak terjadi badai. Badai tetap badai namun kekuatannya berkurang karena terbagi dalam beberapa wilayah. Para leluhur ini akan menunjuk satu dua orang yang dipercaya dan dipandang memiliki kekuatan batin untuk mengusahakan agar badai bisa dipecah.

WA: Apa saran anda?
LR: Generasi penerus harus menghormati dan menghargai jasa-jasanya. Meski secara wadag mereka tidak ada namun mereka masih ada. Anak cucu jangan sombong bahwa apa yang diperoleh selama ini hanya upayanya saja, sebab para leluhur ini juga memiliki sumbangan yang besar terhadap kesuksesan anak cucunya.

WA: Bagaimana cara menghormati leluhur?
LR: Sebagai orang beragama, dia minimal sadar untuk saling mendoakan, menjaga adab, perilaku dan sopan santun kepada para leluhurnya. Jangan lupakan peran ibu bapak, kakek nenek dan seterusnya. Jangan lupakan budaya nenek moyang. Jadi misalnya kita tinggal di Jawa, Sumatra, atau Kalimantan maka juga harus menjaga budaya setempat.

Bila di Jawa, jangan lupa untuk menggelar ruwat desa dan lainnya. Ini adalah sarana untuk menghormati bumi dan alam sekitarnya. Para leluhur adalah menjaga harmoni alam.

WA: Bagaimana rasanya ditunjuk jadi manusia pilihan leluhur?
LR: Mungkin mereka akan kebingungan dan menganggap wejangan dari leluhur ini tidak masuk akal. Namun setelah diberi pengajaran, semua hijab-hijab ruhaninya dibuka maka dia akan mampu menangkap isyarat leluhur itu dengan bening. Perpaduan antara akal dan batin mereka lama kelamaan akan seimbang berjalan beriringan. Leluhur kadang memberikan pembelajaran secara keras. Misalnya menyuruh menguras isi dompetnya untuk membantu sesame, dikasihkan ke orang yang yang tidak dikenalnya, membatu orang yang kesusahan, dan sebagainya. Tapi leluhur akan menggantinya secara cepat bahkan berlipat-lipat. Kuncinya pada kepasrahan dan hati yang ikhlas.

WA: Apa yang harus dilakukan oleh rakyat Indonesia sekarang sehingga negeri ini sejahtera lahir batin, jauh dari derita dan nestapa, dijauhkan dari krisis?
LR: Kuncinya ada pada pemimpinnya. Pemimpin itu harus: Satu,didukung rakyat. Dua, dukungan dari bumi tempat dia dilahirkan. Ketiga, harus ada dukungan leluhurnya. Rakyat dan bumi ini sejatinya kan Tuhan yang sudah manunggal dengan isinya. Sementara leluhur yang memberi petuah dan saran serta mendudukan perkara-perkara pada tempatnya.

WA: Apakah negeri ini akan gemar ripah loh jinawi dan makmur sesuai dengan cita-cita bangsa kita?
LP: Setelah era kebangkitan banga Cina, maka bangsa kitalah yang akan jaya. Negara akan dipimpin oleh orang yang benar-benar adil dan mampu mengemban amanah dari rakyat. Mari kita tunggu bersama kedatangan pemimpin yang seperti itu. Semoga anda masih diperkenankan Tuhan untuk menyaksikan datangnya kejayaan negeri kita.

WA: Baiklah, terima kasih dan matur nuwun atas kedatangan panjenengan, leluhur kami. Semoga Anda senantiasa dalam lindungan Ilahi.
LR: Yo ngger, rahayu rahayu…

@wongalus,2010

Categories: PESAN LELUHUR UNTUK KEJAYAAN NUSANTARA | 182 Komentar

PENGIJAZAHAN ASMAK WALISONGO VERSI LENGKAP


Didik Mulyono
mr_sengkreng242@yahoo.com

Assalamualaikum kiwongalus lan poro sesepuh lan pini sepuh yang berada di kampus wong alus. Dengan ini saya mohon ijin untuk menularkan ilmu yang pernah saya miliki,sekaligus untuk melengkapi asmak walisongo yang sudah ada di blog ini.Asmak ini saya dapatkan dari guru ngaji saya,saat ikut perkumpulan sholawatan di daerah saya.Gresik. Saat saya membaca artikel ASMAK WALISONGO yang sudah ada saya merasa terketuk untuk ikut menularkan wirid saya dulu.Saya merasa asmak yang ada belum lengkap atau memang begitu adanya dari kang DIVIDI. Jika saya salah mohon di maafkan dan untuk para sesepuh mohon petunjuknya jika ada salah tulis dalam menshare asmak walisongo milik saya ini.

ASMAK WALISONGO VERSI LENGKAP
BISSMILLAHIRROHMAANIRROHIIM
ILA KHADROTIN NABIYYIL MUSTOFA MUHAMMADIN SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WASSALAM WA ‘ALA AALIHI WASHOKHBIHI WAJAMII’IL AMBIYAAI WAL MURSALIIN WA AULIYAAISSHOOLIKHIINA WAL MALAAIKATIL MUQORROBIIN.WA KHUSUSON ILAA ABAINA ‘ADAM WA UMMIYA HAWA WAKHUSUSON ILAA KHADROTI SYAIDINA MAUKHAB. WAKHUSUSON ILAA KHADROTI SHULTHOONIL AULIYAAIL ‘AARIFIINA SYAYIDINAA SYECH ABDUL QODIR JAILANY RODHIALLOHU ANHU, WA AHLI BAITIHI WA FURUU IHI WA SYAIKHIHI WA MASYAABIKHIHI. WA KHUSUSON ILA KHADROTI AULIYAA ILLAAHIL GHOOIBIR RUQOBAA I NUQOBAA I NUJABAA I ‘ABDAL AUTAD LAMUSUL KHUTUB. WAKHUSUSON ILAA KHADROTIL AULIYAA I FII SYAIKHI AWWALUHA:

WA KHUSUSON ILAA KHADROTI SUNAN ROHMATULLOH (NGAMPEL).
WAKHUSUSON ILA KHADROTI SUNAN MAULANA IBROHOM ASMORO QONDI
WA KHUSUSON ILAA KHADROTI SUNAN MAULANA MAKDUM IBROHIM
WA KHUSUSON ILAA KHADROTI SUNAN PAKU ‘AINUL YAQIIN
WA KHUSUSON ILA KHADROTI SUNAN DERAJAT RADEN QOSIM
WA KHUSUSON ILAA KHADROTI SUNAN JA’FAR SODIK (KUDUS)
WA KHUSUSON ILA KHADROTI SUNAN SA’ID (MURIA)
WA ILA KHADROTI SUNAN GUNUNG DJATI (CIREBON)
WA KHUSUSON ILA KHADROTI SUNAN KALI JOGO(KADILANGU JAWA TENGAH)
QODHOO SHOLLALLOHU SIRROKUM WAKHUSUSON ILAA KHADROTI MAN AJAAZANII WA SYAIKHI WA MASYAA IKHI WAKHUSUSON ILAA KHADROTI WA LIDAINII, WA KHUSUSON ILAA KHADROTI JAAMI IL MUSLIMIINA WAL MUSLIMAAT MU’MINIINA WAL MU’MINAATIAL AKHYAA I MIN HUM WAL AMWAATH.(AL FATEHA 7X).

BISSMILLAHIRROHMAANIRROHIIM. IQRO BISMIRROBBIKALLADHII KHOLAQ.KHOLAQOL INSAANAMIN ‘ALAQ.IQRO WAROBBUKAL AKROM……sampai dengan………KALLA LA TUTI’HU WASJUD WAKTARIB. 1X

LAQOD JAA AKUM ROSUULUM MIN ANFUSIKUM ‘AZIIZUN ‘ALAIHIMA ANITTUM KHARIISUN ‘ALAIKUM BIL MU’MINIINA RO UFURROHIIM.FAINTAWALLAU FAQUL KHASBIYYALLOHU LAAILAAHAILLAAHUWA ‘ALAIHI TAWAKKALTU WAHUWA ROBBUL ‘ARSYIL ‘ADHIIM. 7X.

BISSMILLAA…..WA ANZALNAA KHADIIDA FIIHI BA’TSU SADIIDUN WAMANAA FI’U LINNASI WALIYA’LAMALLOHU MAYYANSUROHU WAROSUULAHU BILGHOIBI INNALLOOHA QOWWIYUNG ‘AZIIZU. 7X

BISSMILLAAH……WALAQOD AATAINA DAAWUUDA MINNA FADHLAA YAA JIBAALU AWWIBII MA’AHU WATTHOIRO WA A LANNAA LAHUL KHADIIDA.7X

BISSMILLAH…..BISSMILLAAHILLADHII LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI UN FIL ARDHI WALAA FISSAMAA I WAHUWASSAMII’UL ‘ALIIM.7X

BISMILLAH…BISSMILLAAHI KHOOLIQIL AKBARI KHRRIS MIMMAA AKHOOFU WA AKHDHAR LAA QUDROTA LIL MAKHLUUQI KAAF HAA YAA ‘AIN SHOOD KHAA MIIM ‘AIN SIIN QOOF WA ‘ANNATIL WUJUUHU LIL KHAYYIL QOYYUUMI WAQODKHOOBA MAN KHAMALA DHULMAN WAKHASBIYYALLOOHU WANI’MAL WAKIIL NI’MAL MAULAA WANI’MAN NASIIR WALAA KHAULA WALAA QUWWATA ILLA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘AHIIM. 7X

BISSMILLAH….ROBBII NAJJINII MINAL QOUMIDHOOLOMIIN.7X

BISSMILLAH….WA ALFI LAA YAMUUTU SAAILUN ILLA BI IDHNILLAAHI.7X

BISSMILLAAH…..ASYHADUANLAA ILAAHA ILLALLOH WA ASYHADU ANNA MUHAMMADURROSULULLOH.ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALAA SYAIDINA MUHAMMADIN WA ‘ALAA ‘AALI SYAIDINA MUHAMMAD.1X

BISSMILLAAH….NJOBO ALLOH,NJERO ALLOH,WA GHOIRUL KHAQ,GEDUNG ALLOH TUTUP NABI,KANCING ALLOH,ALLOH WUJUD,MUHAMMAD LAGI WUJUD,OPO MANEH LIYA-LIYANE HIYO DURUNG WUJUD

BISSMILLAAH…ANEKADAKE URIP MELBU ALLOH METU ALLOH,ANEKADAKE URIP UTEG DUNUNGNO,KODRAT HAK ADAM SUMINGKIRO,ALLOH ONO ING KENE.

BISSMILLAH…ASYHADU ALLA ILAA HA ILLALLOH WA ASYHADU ORA ONO OPO-OPO,SANGSORO SUMINGKIRO ALLOH MAREKO SHOLLALLOHU ‘ALAIHI WASSALAM,SUT GUMOLONG KENDANG GUMOLONG,TEGUH KIKAT KIKUT KEMRUKUT KARANG KARUT,AKU NGRESOYO KARO KOWE,SAKEHING LANCIP,SAKEHING LANDEP,SAKEHING PAMOR,KUWI KANG DARBENI,INGGIH KAWULONGERUMEKSANI MBOK DEWI PERTIWI INGKANG MANGGEN WONTEN PUSERING BUMI DALEM YEN LEPAT PANJENENGAN EMUTAKEN SOPO BAPAKE SEMAR TOGOG ARANE PETENG DEDET TAN KATINGAL YAA ALLOH YAA ROSULULLOH KEMUL ALLOH.SANGBANGKU ROSO SOPO KANG SEJO OLO MARING AKU KELUARGAKU LAN ROJO DARBEKU SIKILE TANPO TINDAK TANGANE TANPO NYEKEL IRUNGE TANPO NGAMBU KUPINGE TANPO NGRUNGU MATANE TANPO NDELENG CANGKEME TANPO NGUCAP UTEGE TANPO ANGEN2 TANPO KULIT TANPO DAGING TANPO GETIH TANPO BALONG MATIYO SISAN WONG KANG SEJO OLO MARING KELUARGAKU LAN ROJO DARBEKU ORA WARAS ORA MARI YEN ORA AKU SING NAMBANI LAA ILAAHA ILLALLOH MUHAMMADARROSULULLOH.SANGBANGKU ROSO SOPO KANG SEJO OLO MARING AKU KELUARGAKULAN ROJO DARBEKU CELATU TANPO BANYU NGUCAPE TANPO ILAT WADUKMU BENGKAH TIBAKNO ING BUMI SALEMBO OJO SIRI OBAH YEN DURUNG ONO JAGAT OBAH PREK KELIMPREK KEL KETRINGKEL SOKO AWAKMU DEWE.AKU GAGAH KOWE TUNGGAK AKU ANGGAK KOWE TUNGGAK KOWE KEDADEAN KOMO WURUNG AKU KEDADEYAN WORO SEMBODRO TALIPAK TALIPUK NGELEMPRUK KOYO KAPUK.BOPO ADAM IBU HAWA TIS PUTIH SONGKO BOPO TIS ABANG SONGKO BIYANG,MBOTEN WONTEN TIYANG KIYAT INGGIH KAWULO TIYANG KIYAT.LUPUT LORO KENO PATI,YAA ALLOH KANG MOHO AGUNG,SHOLALLOHU ‘ALAIHI WA SALAM,INGGIH KAWULO UTUSANE GUSTI ALLOH,SU KHURMAT ALLOH,LAN SEDEREK KULO GANGSAL INGKANG WONTEN KILEN JOYO BASUKI,INGKANG WONTEN LER JOYO LENGGONO,INGKANG WONTEN WETAN JOYO WINOTO,INGKANG WONTEN KIDUL JOYO BRONTO,INGKANG WONTEN TENGAH JOYO PANOTO WALI WOLU,SONGO TINARE,MALAIKAT SATUS SEKAWAN DOSO INGKANG GREKSO BADAN KULO,KELUARGA KULO,LAN ROJO DARBEK KULO.BOPO ADAM IBU HAWA,MENAWI LEPAT KULO NYUWUN NGAPURO,MENAWI LERES KULO NYUWUN PANDONGO(SELAMET 3X).SELAMET AWAK KULO KELUARGA KULO ROJO DARBEK KULO LAN SEDOYO FAMILI UGO KONCO2 KULO(ALLOHU KAFI,ALLOHU GHONI 3X)LAA ILAA HA ILLALLOH MUHAMMADDARROSULULLOH SHOLALLOHU ‘ALAIHI WASSALAM.

BISSMILLAH….MOTA MATINING PANGUCAPKU SIDO DADI DERIJIKU WESI,PULASANE ING EPEK-EPEKKU,TAK TIBAKNO GUNUNG JUGRUK,TAK TIBAKNOSEGORO ASAT,TAK TIBAKNO BUMI LAMBANG,TAK TIBAKNO WESI PECAH,TAK TIBAKNO WATU BELAH,TAK TIBAKNO KAYU REMUK,TAK TIBAKNO WONG IKU LEBUR DADI BANYU.SEDULURKU PAPAT LIMO NYOWOKU,ENEM BADANKU, PITU PANGERANKU, WOLUAWAKKU, SONGO AYANGKU, SOPO KANG KATIBAN PANGUCAPKU, KATIBAN TANGANKU,LEBUR DADI BANYU.EH YO AKU PALU BUMI, SIDO DADI, KULLU SYAI’IN JAH LAH BU TANGIO.

BISSMILLAH….LAA TUDRI KUHUL ABSORO WAHUWA YUDRI KUL ABSORO WAHUWAL LATHIIFUL KHOBIR.WA ‘ALALLOOHI FAL YATAWAKKALIL MU,MINIINA WA FIISSAMAA I RIZQOKUM WA MAA TUU ADUUN.7X

==KUNCI PENGGUNAAN==
BISSMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM,ASMAK KAROMAH WALISONGO SIRO METUO ONO GAWE “TULUNGONO AKU AREP….(diisi sesuai niat)…….BISSMILLAAHIRROHMAANIRROHIIM, ALLOHU LATHIIFUN BI’IBAADIHI YARZUQU MAYYASYAAU WAHUWAL QOWWIYYUL’AZIIZUN.ALLOHUMMA INNII AS ALUKA ANTAR ZUQOONII RIZQON KHALAALAN WA SIQOO THOYYIBAA MIN GHOIRI TAGHOBIN WA LAA MASYAQQOTIN WA DHOIRI WA LAA TASHOBIN INNAKA ‘ALAA KULLI SYAI IN QODIR.

Demikian asmak walisongo semoga bermanfaat bagi sedulurku semua yang berada di blog kampus wong alus.silahkan diamalkan bagi yang membutuhkan.Untuk para sesepuh kampus nyuwun agungepun pangapunten ingkang katah jika ada kata2 yang tidak berkenan di hati panjenengan sedoyo.wassalam…….@@@

Categories: ASMAK WALISONGO VERSI LENGKAP | 236 Komentar

WIHDATUL AL-WUJUD DAN WIHDATUL MAUJUD


Oleh Ki Salik

DITERJEMAHKAN DARI TULISAN SYEIKH ABDUL HALIM MAHMUD, MANTAN REKTOR AL-AZHAR, MESIR.
1. Kami ingin memulai secara langsung dengan menguraikan sejenak tentang batasan diskusi dalam tema tersebut, yakni kami ingin membicarakan tentang wihdah al-wujud (kesatuan wujud) dan bukan tentang wihdah al-maujud (kesatuan maujud). Hal yang maujud itu banyak sekali, seperti langit, bumi, gunung, laut, pepohonan, spesies manusia dan lain-lain. Semua yang maujud tersebut memiliki perbedaan bentuk, rupa, warna, rasa , makanan, ukuran beratnya dan lain-lain. Tak ada seorang pun dari kalangan sufi yang sejati – seperti Ibn ‘Arabi dan al-Hallaj – yang mengatakan tentang wihdah al-maujud. Kalau orang mu’min yang biasa saja tidak pernah mengatakan tentang wihdah al-maujud, apalagi orang-orang sufi – yang merupakan mutiara orang-orang beriman. Mereka sangat takut untuk mengatakan yang demikian.
2. Pembelokan makna wihdah al-wujud menjadi wihdah al-maujud, ternyata banyak pendukungnya dalam setiap periode waktu.
Pertama, pada saat ulama sufi mengatakan tentang al-wujud al-wahid (wujud yang satu), para musuh mereka justeru menjelaskan konsep al-wujud al-wahid tersebut dengan pendekatan filosofis, sehingga wihdah al-wujud difahami dengan wihdah al-maujud, padahal di antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat besar. Namun demikian, kebanyakan musuh kaum sufi menggunakan segala cara yang penuh dengan kebohongan dan keduastaan demi mematahkan argumentasi kaum sufi. Dalam pandangan mereka, “tujuan bisa menghalalkan segala cara”.
Kedua, satu hal yang berpengaruh terhadap kesalahfahaman tentang konsep sufi mengenai al-wujud al-wahid adalah pendapat Imam al-Asy’ari yang melihatnya dari kacamata filsafat kalam, bahwa “wujud adalah maujud itu sendiri”. Pendapat yang bercorak filosofis ini tentu tidak disepakati oleh orang-orang sufi dan juga oleh kebanyakan para pemikir Islam dan para filosofnya. Dalam pendapatnya yang bercorak filosofis ini, Abu al-Hasan al-Asy’ari bisa saja salah dan bisa saja benar. Begitu juga pendapat dan pemikiran filosofis beliau yang lain, bisa jadi salah dan bisa saja benar.
Sedangkan mereka yang tidak sepakat dengan pendapat al-Asy’ari di atas, memandang bahwa wujud tidak sama dengan maujud. Dengan wujud ini, jadilah wujud al-maujud. Ketika orang-orang sufi mengatakan tentang al-wujud al-wahid, para musuh mereka – apapun madzhab mereka – menjelakan konsep tersebut dengan mendasarkan diri pada pendapat al-Asy’ari di atas, sehingga mereka mengatakan bahwa al-wujud al-wahid sama dengan al-maujud al-wahid. Penjelasan dengan cara seperti ini – yakni dengan mendasarkan diri pada pendapat al-Asy’ari – membuat pendapat mereka lebih bisa dipercaya di mata musuh-musuhnya.
Persoalan ketiga, yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa pendapat tentang wihdah al-maujud – dalam kacamata logika pembahasan – kurang bisa dibenarkan. Lagi pula gagasan tentang wihdah al-maujud yang tersebar di sana sini, merupakan sesuatu yang kacau dan menyesatkan, baik ditinjau dari segi maknanya maupun dari segi nilai filosofisnya, apa lagi konsep tersebut tidak dikenal dalam ajaran islam. Singkat kata, konsep tersebut – baik bentuk maupun maknanya – merupakan konsep yang menyesatkan.
Tambahan lagi, bahwa ungkapan wihdah al-maujud – yang sering dinisbatkan kepada al-Hallaj maupun kepada tokoh sufi yang lain – ternyata tidak pernah ditemukan dalam buku-buku mereka. Mereka tidak pernah menulis tentang konsep tersebut. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa musuh-musuh mereka sengaja menisbatkan konsep tersebut kepada al-Halaj dan tokoh sufi yang lain, sehingga mereka memiliki alasan untuk menghukumi al-Hallaj dan kawan-kawan sebagai orang-orang yang kafir dan sesat.
3. Al-Wujud al-Wahid (wujud atau eksistensi yang satu)
Apakah ada hal yang meragukan dalam konsep al-wujud al-wahid tersebut? Sesungguhnya, itulah wujud Allah Swt yang ada dengan sendirinya tanpa membutuhkan sesuatu yang lain. Itulah wujud yang sebenarnya yang telah memberikan wujud kepada setiap yang ada. Tanpa wujud itu, maka sesuatu tidak mungkin ada. Wujud itulah Yang Maha Menciptakan, Yang Maha Meng-ada-kan dan Yang Maha Membentuk Rupa.
“Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs. Ali Imran; 6).
Dengan demikian, hubungan Allah Swt dengan manusia adalah bahwa Allah Swt memberikan wujud kepada manusia yang dikehendaki-Nya, dalam setiap saat dan tersus menerus, sehingga manusia bisa hidup dalam “bentuk atau rupa” yang sesesuai dengan kehendak-Nya. Sedangkan hubungan Allah Swt dengan makhluk yang lain atau segala yang ada, juga sama polanya dengan hubungan antara Allah Swt dengan manusia. Misalnya, “Allah Swt menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap tidak ada seorangpun yang dapat menahan keduanya selain Allah” (Qs. Fathir; 41).
Yakni, Allah Swt mempertahankan wujud langit dan bumi, tetap mengatur keduanya dan tetap membuat keduanya berjalan seiring. Allah Swt mempertahankan langit dan bumi agar keduanya tetap ada dan berfungsi masing-masing. Jika Allah Swt tidak lagi “menahan” atau mempertahankan keduanya, maka keduanya akan binasa dan hancur berantakan.
Sesungguhnya Allah Swt senantiasa mengatur alam semesta ini. dia mengatur langit dan bumi, mengetahui apa yang dilakukan oleh setiap yang bernyawa, mengetahui semua butir atom, bahkan yang lebih kecil dari itu pun Allah Swt mengetahui dan mengaturnya, begitu juga dengan makhluk-makhluk lain yang besar-besar. Semuanya – baik yang di langit maupun yang di bumi – tidak bisa lepas dari ke-Maha Tahu-an Allah Swt.
Tentang ke-Maha Pengaturan Allah Swt ini, al-Qur’an dan Sunnah telah menjelaskannya dengan sangat gamblang, agar manusia tidak terlena; agar manusia menyadari bahwa keberadaan mereka tidak bersifat abadi; agar mereka tidak mengikuti hawa nafsunya; agar mereka “melepaskan pandangannya” ke atas dan menyaksikan cakrawala Tuhan; agar mereka mentauhidkan Allah Swt dalam bentuk beribadah kepada-Nya dengan seikhlas-ikhlasnya. Suatu keikhlasan yang tidak bercampur dengan syirik yang berupa hawa nafsu, harta, meteri maupun naluri kehewanannya.
Kami ingin menggambarkan bagaimana pendapat al-Qur’an tentang hal ini. Sesungguhnya Allah Swt telah menghadapkan kita dalam surat al-Waqi’ah dengan berbagai pertanyaan yang biasanya kita lupakan;
o “Jelaskanlah (kepada-Ku) tentang air mani yang kamu pancarkan. Apakah kamu yang menciptakannya, atau Kami yang menciptakannya?”(Qs. al-Waqi’ah; 58-59).
o “Jelaskanlah (kepada-Ku) tentang apa yang kamu tanam? Apakah kamu yang menumbuhkannya ataukah Kami yang menumbuhkannya?” (Qs. al-Waqi’ah; 63-64).
o “Jelaskanlah (kepada-Ku) tentang air yang kamu minum? Apakah kamu yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya?” (Qs. al-Waqi’ah; 68-69).
o “Jelaskanlah (kepada-Ku) tentang api yang kamu nyalakan (dari gosokan-gosokan kayu)? Apakah kamu yang menjadikan kayu itu atau Kamikah yang menjadikannya?’ (Qs. al-Waqi’ah; 71-72).
Dari beberapa ayat di atas, dapat diambil logika kebalikannya, yakni jika Allah Swt menghendaki, bisa saja Dia tidak menciptakan apapun, Dia tidak menjadikan suatu buah menjadi masak, Dia tidak menurunkan air dari awan, Dia tidak menumbuhkan kayu bakar, dan lain-lain. Sesungguhnya, di tangan Allah Swt lah segala urusan, baik yang positif maupun yang negatif. Di tangan Allah Swt lah urusan makhluk-Nya, apakah Dia mau menciptakan ataukah tidak.
Tidakkah kamu berfikir tentang “lemparan” yang kamu lempar? Sesungguhnya “bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar…” (Qs. al-Anfal; 17). Tidakkah kamu berfikir tentang kemenangan dalam jihad(mu)? Sesungguhnya Allah Swt lah yang membuat kamu menang dalam berjihad. Sedangkan mereka yang terbunuh sesungguhnya “bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah lah yang membunuh mereka” (Qs. al-Anfal; 17).
Begitu juga, Allah Swt lah yang telah memberikan rizki dan makanan bagi manusia.
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu” (Qs. ‘Abasa; 24-32).
4. Ke-Maha Tahu-an dan ke-Maha Kuasa-an Allah Swt sebenarnya telah dirasakan dan dialami oleh manusia, tetapi mereka tidak pernah memperhatikannya. Mereka seperti hewan yang tidak pernah berfikir dan merenungkan semua itu. Allah Swt tidak pernah “disemayamkan” dalam hati dan keinginan mereka. Keinginan dan cita-cita mereka hanya berurusan dengan bagaimana caranya mereka bisa mengisi perut mereka, menimbun emas dan permata, meraih jabatan dan bagaimana mereka mempertahankan kekuasaannya. Mereka mendengar ayat-ayat Allah Swt, tetapi tidak pernah merenungkannya. Ayat-ayat tersebut tidak pernah berpengaruh dalam diri mereka. Mereka tenggelam dalam ni’mat Allah Swt yang teramat banyak, tetapi semua ni’mat itu tidak membuat mereka berterima kasih dan bersyukur kepada Allah Swt. Allah Swt tidak “berada” dalam hati, pikiran, lingkungan dan kehidupan mereka.
Namun demikian, ada sebagian manusia yang tidak memiliki sifat-sifat di atas. Mereka itulah orang-orang yang tenggelam dan menyaksikan kebenaran dan cakrawala Ilahiyah, berenang dalam samudera-Nya dan menemukan mutiaranya. Mereka selalu bersyukur dan berterima kasih atas segala ni’mat dan karunia-Nya yang selalu mereka rasakan dalam setiap sendi kehidupan mereka, sehingga Allah Swt pun menambahkan ni’matnya kepada mereka. “Jika kalian bersyukur, maka Aku tambahkan (ni’mat-Ku) kepada kalian…” (Qs. Ibrahim; 7).
Mereka bertaqwa kepada Allah Swt dengan sebenar-benar taqwa, sehingga Allah Swt memberikan ilmu kepada mereka. Mereka menjadikan Allah Swt sebagai Petunjuk dan Penolongnya, sehingga Allah Swt pun memberi petunjuk kepada mereka menuju jalan-Nya yang lurus dan menolong mereka terhadap diri mereka sendiri dan musuh-musuh mereka. Mereka secara terus menerus berusaha untuk merealisasikan makna tauhid, baik dalam ucapan, aqidah, perasaan maupun perbuatannya. Mereka betul-betul menghayati bahwa pernyataan Asyhadu an lailaha illallah mengandung makna yang sangat dalam yang tidak mungkin bisa dihayati oleh selain mereka.
Bagi mereka, makna syirik sangat jelas dalam bentuk yang tidak mungkin bisa difahami oleh orang-orang yang masih disibukkan oleh urusan duniai dan keluarga. Mereka hancurkan syirik dan berhala-berhalanya yang berupa hawa nafsu, syaitan, egoisme dan lain-lain. Singkat kata, mereka tutup semua pintu yang berpotensi menimbulkan syirik, agar syirik tidak bersemayam dalam hati mereka, baik syirik yang nyata maupun syirik yang tersembunyi. Dengan demikian, makna la ilaha illallah menjadi mantap dan kokoh dalam perasaan, tingkah laku dan maqam mereka. “… maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah” (Qs. al-Baqarah; 115).
Di manapun mereka berada, Allah Swt senantiasa bersamanya. Allah Swt lebih dekat kepada mereka daripada urat leher mereka sendiri. Allah Swt lebih dekat kepada mereka daripada teman dan keluarga mereka. Allah Swt meliputi mereka, sehingga mereka tidak melihat selain Allah Swt yang bisa mengokohkan langit dan bumi. Mereka tidak melihat selain Allah Swt yang bisa memudahkan urusan. Dalam pandangan mereka, tidak ada yang bisa memiliki kekusaan selain Allah Swt. Dia-lah yang memberikan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia juga yang melengserkan kekuasaan dari tangan siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia-lah yang memuliakan dan menghinakan siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Mereka telah menjadi rabbaniyun. Allah Swt “ada” dalam penglihatan, pendengaran, anggota tubuh dan hati mereka. Tidak ada yang luput dari pengawasan Allah Swt.
5. Para sufi membantu mereka yang ingin menempuh jalan menuju Allah Swt dan melakukan jihad secara terus menerus agar manusia bisa melepaskan diri dari belenggu materi dan melepaskan pandangannya ke langit.
Para sufi berusaha untuk menghadapkan wajah manusia kepada Allah Swt melalui ni’mat-Nya yang telah mereka rasakan dan juga melalui ciptaan-Nya. Sungguh, Allah Swt telah menyempurnakan setiap ciptaan-Nya. Mereka menghadapkan wajah manusia kepada Allah Swt melalui bunga yang sedang berkembang; melalui pepohonan yang sedang tumbuh; melalui matahari yang bersinar cerah; melalui bulan yang bersinar lembut; dan melalui bintang-bintang yang bertebaran dan berada dalam orbitnya. Singkat kata, melalui semua cipatan-Nya yang ada di alam semesta ini, para sufi mencoba menjelaskan makna ayat di bawah ini;
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu yang cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah”(QS. al-Mulk; 1-4).
Bahasa kaum sufi adalah bahasa penghayatan, bukan seperti ungkapan “berbusa” para ulama kalam dan filsafat. Dalam bahasanya sendiri, kaum sufi memaparkan bahwa Allah Swt memberikan wujud kepada semua yang maujud; menjadikan yang berdiri bisa berdiri; membuat yang berjalan bisa berjalan; dan menyebabkan yang bergerak menjadi bergerak.
Allah Swt – dalam bahasa Ahli Sunah, khususnya penganut Asy’ariyah – adalah yang memotong, tetapi Dia bukan pisau yang memotong. Dia-lah yang membakar, tetapi Dia bukan api yang membakar. Dia-lah – ketika Dia menghendaki – yang berfirman kepada api: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (Qs.al-Anbiya; 69), sehingga api pun menjadi dingin dan tidak membahayakan.
Setiap kali para sufi mengungkapkan tentang al-wujud al-wahid ini dan mengumandangkannya, orang-orang menganggap para sufi sudah melewati batas dan keterlaluan. Padahal, para sufi tidak akan melampaui apa yang telah digariskan oleh ayat al-Qur’an yang memberikan penggambaran tentang keagungan Allah Swt dan pengawasan-Nya, yang tidak berarti bahwa “yang satu” itu bersifat “menyatu” dan bukan pula “keterpaduan” antara Sang Khaliq dengan makhluknya atau antara Yang Disembah dengan yang menyembahnya. Ayat itu adalah:
“Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”(Qs. al-Hadid; 3).
Ayat tersebut dan juga ayat-ayat lain yang telah kami sebutkan pada dasarnya bertujuan untuk mendorong kita menuju pengakuan atas ke-Maha Kuasa-an Allah, dan Maha Pengawasan-Nya, sedangkan pengawasan Allah meliputi semua hal. Ayat itu juga mendorong agar kita menghayati bahwa Allah swt mengarahkan manusia untuk “kembali berlari” menuju Allah dalam setiap urusannya, dan juga agar manusia mengagungkan diri-Nya sehingga terealisirlah pernyataan la illa ha illallah.
Lebih dari itu, semua yang dilakukan oleh para sufi senantiasa di bawah bimbingan al-Qur’an dan sunnah. Mereka menginginkan agar manusia menjadi rabbani. Namun jika masih banyak orang yang terlena di bumi ini dan hanya memandang ke arah “bawah”, maka itu bukanlah dosa atau kesalahan orang-orang sufi, karena mereka telah memenuhi kewajibannya yakni mengarahkan manusia kepada Allah swt.
Begitu juga, jika masih ada orang-orang yang tidak hanya terlena di bumi dan hanya memendang ke arah bawah saja, tetapi juga memusuhi orang-orang yang mengajaknya memandang ke arah langit dan mengarahkannya menuju Allah, maka mereka berarti telah memusuhi Allah dan rasul-Nya. Balasan bagi mereka sangat jelas yakni sebagaimana yang diaparkan dalam surat al-Ma’idah ayat 32.
6. Mungkin anda akan bertanya: “Kalau demikian, bagaimana dengan kasus yang menimpa al-Hallaj? Dan mengapa ia dihukum mati?”
Sesungguhnya kasus yang menimpa al-Hallaj yang sebelumnya menjadi rahasia kini rahasia itu telah terbongkar. Al-Hallaj adalah seorang pribadi yang teguh, beliau merupakan simbol bagi orang-orang jadzab. Di manapun beliau tinggal, banyak orang yang mengunjunginya dan ke manapun beliau pergi, banyak orang yang menyertainya.
Sebagaimana dengan para sufi yang lain, al-Hallaj juga mencintai keluarga (keturunan) Nabi sebagai konsekuensi cintanya beliau kepada Nabi Muhammad Saw. Pada saat itu, ahl al-bait (mereka yang merupakan keturunan Rasulullah Saw) memiliki ambisi untuk memerintah atau memegang tampuk kekuasaan. Oleh karena itu, Bani Abbas (yang sedang berkuasa pada saat itu) tidak menyenangi seorang pribadi seperti al-Hallaj yang mencintai ahl al-bait. Al-Hallaj tetap pada sikapnya, bahkan pengikutnya semakin banyak dan kuat yang tersebar dalam setiap tempat. Oleh karena itu, demi mempertahankan stabilitas pemerintahan, al-Hallaj harus dihukum.
Dengan demikian, hukuman mati yang ditujukan pada al-Hallaj jelas bermotif urusan duniawi, dalam hal ini adalah motif politik. Merupakan hal yang sangat mudah bagi penguasa untuk menjungkirbalikan hukum, mendatangkan saksi-saksi palsu, menyuap para hakim dengan harta dan kedudukan serta menuruti hawa nafsunya. Demikianlah, al-Hallaj dihukum mati dengan mengatasnamakan kepentingan agama. Bahkan beliau dituduh telah menyebarkan suatu pendapat yang sebelumnya tidak pernah beliau kemukakan dalam buku-bukunya. Itulah kasus yang menimpa al-Hallaj, dan tuduhan itu “tetap” menjadi misteri.
Menurut logika yang benar, “seorang arsitek tidak boleh memberikan “fatwa” tentang persoalan kedokteran, begitu juga seorang sasterawan tidak bisa memberikan keputusan tentang persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para arsitek”. Dengan demikian, tokoh-tokoh besar seperti Ibn ‘Arabi, al-Hallaj dan Ibn Faridl tidak bisa dihukum oleh orang-orang yang belum sampai maqam mereka, atau setidaknya mendekati maqam mereka.
Salah seorang guru kami pernah ditanya: “Sesungguhnya si-Fulan telah mengkritik Ibn ‘Arabi dalam beberapa masalah”. Jawab guru kami: “Apakah seekor kumbang berhak untuk menghakimi perbuatan singa? Seekor kumbang tidak berhak untuk menghakimi perbuatan binatang buas, juga tidak berhak untuk membicarakan apa yang dilakukan oleh binatang buas, karena bisa jadi logika yang dipakai tetap logika seekor kumbang”.
Imam Syafi’i pernah berkata berkaitan dengan orang-orang yang mengkritik Imam Muhyidin Ibn ‘Arabi: “Sesungguhnya mereka itu seperti nyamuk yang meniup sebuah gunung dan menginginkan agar gunung itu bisa berpindah dari tempatnya karena tertiup angin yang dihembuskan nyamuk itu. Ini tentu tidak mungkin, karena gunung itu masih tetap kokoh menjulang tinggi. Dengan gunung itu, bumi menjadi menjadi kokoh dan dunia menjadi tetap seimbang”.
Imam al-Sya’rani juga pernah mengomentari orang-orang sufi secara umum dan Sayyidina Muhyidin secara khusus: “Dalam pandanganku, para penyembah berhala saja tidak berani untuk mengatakan terus terang bahwa berhala yang mereka sembah itu sebagai tuhan mereka, bahkan mereka hanya berkata: ‘Kami tidak menyembah mereka (berhala-berhala itu), melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” (Qs. al-Zumar; 3).Maka bagaimana mungkin mereka yang menjadi auliya Allah berani mengaku ‘telah bersatu’ dengan Allah swt. Ini adalah sangat mustahil bagi mereka, semoga Allah meridlai mereka”.
Oleh sebab itu, agar seseorang bisa memahami, maka ia harus sampai pada posisi yang setara, atau mendekati dengan posisi/maqam Imam Muhyidin, Ibn Arabi, al-Hallaj dan Ibn Faridl, semoga Allah meridhoi mereka dan memberikan kepada kami manfaat dari karya-karya mereka. Wa billah al-taufiq. @@@

Categories: >>PERPUSTAKAAN UTAMA | 64 Komentar